Puisi Tanah

Kau berhak lupa diri saat jatuh cinta.
Anak-anak manusia datang dari cinta,
mereka bercinta dan memudar di dalamnya.
Kau merdeka menjejali dirimu
dengan sejumlah khayal dan ilusi tentang
hidup yang selama-lamanya bahagia.
Kau boleh memperuntukkan waktumu,
tenagamu, uangmu, demi menjadi tawa
yang memisahkan anak-anak manusia
dari binatang-binatang di padang dan rimba.

Kau berhak lupa diri saat jatuh cinta,
tetapi jangan sekali-kali kaulupakan tanah
yang di atasnya langkah pertamamu lahir
dan, yang semenjak itu, tak pernah sekali pun
meninggalkan kakimu, cinta pertamanya.

Tanah adalah cinta yang lain,
yang menyambut dan memeluk tanpa bertanya:
siapa ayahmu, apa suku bangsamu, apa agamamu.
Tetapi di atas tanah yang dermawan itu
kerakusan melepaskan amuk mesin-mesinnya.
Hari-hari gelap seperti tanaman bertali-tali
yang merambati pagarmu, mematikan semua bunga
yang kaurawat di pekaranganmu. Kau boleh lupa,
tetapi kau tak bisa lari. Kehidupan menggedor-gedor
pintumu, meminta cintamu.

Kaki-kaki kecil,seperti dulu pernah kaumiliki,
takkan lagi nanti mempunyai tanah
untuk membuat langkah pertama
Dan kehidupan seolah-olah hanya berisi penolakan
penggusuran demi penggusuran, dan pengungsian.

Kau masih berhak lupa diri saat jatuh cinta,
tetapi kau tak berhak melupakan tanah
dan hak semua kaki kecil untuk membuat
langkah pertama mereka di atas tanah itu.
Hak mereka untuk dicintai dan mencintai
tanah itu dengan cinta yang lebih besar
dari diri mereka sendiri.
Cinta kepada hidup yang terkepung mesin-mesin,
seperti pernah ditunjukkan di pesisir Marosi
dan Kendeng dan di mana-mana:

Titik yang dicantumkan dengan dua kaki,
tak bergeming dan takkan pernah beranjak
dari tanah—cinta pertama dan penghabisan.

WJ / Salatiga, 30 April 2018


Titik yang dicantumkan dengan dua kaki,
tak bergeming dan takkan pernah beranjak
dari tanah—cinta pertama dan penghabisan.

Diterbitkan oleh

Weslly Johannes

Mencintai. Menulis. Ombak. Maluku. Kenangan.

Tinggalkan komentar